PENDAHULUAN
Penyakit diare hingga saat ini masih menjadi
masalah di Indonesia. Padahal berbagai upayapenanganan, baik secara medik
maupun upaya perubahan tingkah laku dengan melakukanpendidikan kesehatan terus
dilakukan. Namun upaya-upaya tersebut belum memberikan hasilyang
menggembirakan.
Diare menyerang
siapa saja tanpa kenal usia. Diare yang disertai gejala buang air
terus-menerus, muntah dan kejang perut kerap dianggap bisa sembuh dengan
sendirinya, tanpaperlu pertolongan medis. Memang diare jarang sekali yang berakibat
kematian, tapi bukanberarti bisa dianggap remeh. Penyakit yang juga populer
dengan nama muntah berak aliasmuntaber ini bisa dikatakan sebagai penyakit
endemis di Indonesia, artinya terjadi secaraterus-menerus di semua daerah, baik
di perkotaan maupun di pedesaan, khususnya di daerah-daerah miskin. Di kawasan
miskin tersebut umumnya penyakit diare dipahami bukan sebagaipenyakit klinis,
sehingga cara penyembuhannya tidak melalui pengobatan medik (Sunoto,1987).
Kesenjangan pemahaman semacam ini merupakan salah satu penyebab penting
yangberakibat pada lambatnya penurunan angka kematian akibat diare (Surya
Candra et al, 1990).Kesenjangan pemahaman akan keadaan tubuh, dikarenakan bahwa
masyarakatmengembangkan pengertian sendiri tentang sehat dan sakit sesuai
dengan pengalamanhidupnya atau nilai-nilai yang diturunkan oleh generasi
sebelumnya (Wolinsky, 1988).Artinya, masyarakat lapisan bawah seringkali
mendefinisikan dirinya sakit tergantung padapersepsi dirinya akan penyakit
tersebut. Mungkin, mereka mempersepsikan bahwa diare merupakan penyakit yang serius bila penyakit
tersebut telah mengganggu aktivitasnya dalammengerjakan pekerjaan pokoknya.
upaya pencegahan
penyakit ini bersumber pada seluruh aktivitas manusia yang berkaitandengan
upaya preventif (Aswitha Budiarso, 1987)
BAB
2
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
Diare (atau dalam bahasa kasar disebut menceret) (BM = diarea;
Inggris = diarrhea) adalah Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan
bentuk dan konsistensidari tinja , yang melembek sampai mencair dan
bertambahnya frekwensi berak lebih daribiasanya (3 kali atau lebih dalam 1
hari). Di negara berkembang, diare adalah penyebab kematian paling umum kematian balita, dan juga
membunuh lebih dari 2,6 juta orang setiap tahunnya.
B.
JENIS- JENIS DIARE
1. Diare akut
merupakan diare yang disebabkan
oleh virus yang disebut Rotavirus yangditandai dengan buang air besar
lembek/cair bahkan dapat berupa air saja yang frekuensinyabiasanya (3 kali atau
lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari. Diare rotavirusini
merupakan virus usus patogen yang menduduki urutan pertama sebagai penyebab
diareakut pada anak
2. Diare bermasalah
merupakan diare yang disebabkan oleh infeksi virus, bakteri,
parasit,intoleransi laktosa, alergi protein susu sapi. Penularan secara fecal- oral,
kontak dari orang keorang atau kontak orang dengan alat rumah tangga. diare ini
umumnya diawali oleh diare cairkemudian pada hari kedua atau ketiga bar muncul
darah, dengan maupun tanpa lendir, sakitperut yang diikuti munculnya tenesmus
panas disertai hilangnya nafsu makan dan badanterasa lemah.
3. Diare persisten
merupakan diare akut yang
menetap, dimana titik sentral patogenesisdiare persisten adalah kerusakan
mukosa usus. penyebab diare persisten sama dengan diareakut.(Pedoman
Pemberantasan Penyakit Diare edisi ke 3 depkes RI Direktorat JenderalPPM&
PL tahun 2007)
C.
PENULARAN
Penularan penyakit diare adalah kontak dengan tinja yang terinfeksi
secara langsung, seperti :
·
Makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi, baik yang sudah dicemari olehserangga atau
kontaminasi oleh tangan yang kotor· Bermain dengan mainan yang terkontaminasi,
apalagi pada bayi sering memasukantangan/ mainan / apapun kedalam mulut. Karena
virus ini dapat bertahan dipermukaan udarasampai beberapa hari
·
Pengunaan sumber
air yang sudah tercemar dan tidak memasak air dengan benar· Pencucian dan
pemakaian botol susu yang tidak bersih
·
Tidak mencuci
tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkantinja
anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi perabotan dan alat-alat yang
dipegang.
D. PENYEBAB
Faktor pencetus
diareTangan yang kotorMakanan dan minuman yang terkontaminasi virus dan
bakteriDitularkan oleh binatang peliharaanKontak langsung dengan feses atau
material yang menyebabkan diare ( cara membersihkandiri yang tidak benar
setelah ke luar dari toilet)
Diare dapat disebabkan dari faktor lingkungan atau dari menu makanan.
Faktor lingkungandapat menyebabkan anak terinfeksi bakteri atau virus penyebab
diare. Makanan yang tidakcocok atau belum dapat dicerna dan diterima dengan
baik oleh anak dan keracunan makananjuga dapat menyebabkan diare.Kadang kala
sulit untuk mengetahui penyebab diare. Diare dapat disebabkan oleh infeksipada
perut atau usus. Peradangan atau infeksi usus oleh agen penyebab : Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing ,
protozoa)Virus (penyebab diare tersering – dan umumnya karena Rotavirus)
Penyebab diare pada orang dewasa
berbeda dengan pada anak-anak. Kalau pada anak-anak disebabkan virus, sedangkan
kalau orang dewasa disebabkan bakteri, karena memang salah makan, gangguan
pencernaan malabsorpsi, pengaruh obat-obatan (pencahar) dan faktor stres.
Diare pada dewasa disebabkan makanan
dan minuman yang tercemar kuman, seperti Eschericia coli (patogen), Salmonella
sp, Shigella, virus, parasit seperti amuba, beberapa jamur seperti Candida sp.
Penyebab diare bisa bermacam-macam.
Berikut adalah penyebab diare menurut Ngastiyah (1997) yaitu :
- Faktor infeksi.
- Faktor malabsorbsi. Malabosorbsi ini pada zat yang mengandung karbohidrat, lemak dan protein.
- Faktor makanan. Faktor makanan ini yang seringkali bisa menyebabkan terjadinya diare. Diantaranya yaitu akibat dari makanan basi, beracun, terlalu banyak lemak, sayuran dimasak kurang matang.
- Faktor psikologis. Psikologis ini ternyata juga berpengaruh kepada angka kejadian dari diare. Diantara faktor psikologis yang mempengaruhi terjadinya diare adalah rasa takut, cemas
Faktor infeksi penyebab
diare terbagi menjadi dua yaitu Infeksi enteral dan infeksi parenteral.
- Infeksi enteral. Infeksi enteral penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus, astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides) protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida albicous).
- Infeksi parenteral. Infeksi parenteral ini dalah infeksi yang terjadi diluar alat pencernaan makanan seperti halnya otitis media akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
Penyebab diare akut bila dilihat dari segi patofisiologi diare menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998) terbagi menjadi :
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), Hal ini disebabkan oleh :
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), Hal ini disebabkan oleh :
- Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E. Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus, comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
- Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik
diarrhoea). Hal ini disebabkan oleh :
- Malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.
- Kurang kalori protein.
- Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
E.
PATOFISIOLOGI
Penyebab diare yang utama adalah
gangguan osmotik, akibat adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap oleh
usus akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus, isi rongga usus yang
berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare. Diare juga terjadi akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada
dinding usus akan terjadi peningkatan air dan elektrolit ke dalam rongga usus
dan kemudian diare timbul karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Demikian patofisiologi diare dan terjadinya diare.
Diare dapat juga terjadi akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak, kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya akan menimbulkan diare.
Gangguan motalitas usus juga mengakibatkan diare, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Demikian patofisiologi diare dan terjadinya diare.
F. TANDA GEJALA DIARE.
Berikut beberapa tanda gejala diare yaitu :
Berikut beberapa tanda gejala diare yaitu :
- Seringkali air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer.
- Gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan berkurang.
- Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
- Daerah sekitar anus kemerahan dan lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat banyaknya asam laktat.
- Ada tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
- Perubahan tanda-tanda vital, nadi dan respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat, pasien sangat lemas hingga menyebabkan kesadaran menurun. Ini adalah tanda diare yang telah kronis.
- Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
G. DIAGNOSIS
Gejala klinis
Setelah masa inkubasi yang pendek (1-3 hari) secara mendadak timbul
nyeri perut, demam, dan tinja encer. Tinja yang encer tersebut berhubungan
dengan kerja eksotoksin dalam usus halus. Sehari atau beberapa hari kemudian,
karena infeksi meliputi ileum dan kolon, maka jumlah tinja meningkat, tinja
kurang encer tapi sering mengandung lendir dan darah. Tiap gerakan usus
disertai dengan “mengedan” dan tenesmus yang menyebabkan nyeri perut bagian
bawah. Demam dan diare sembuh secara spontan dalam 2-5 hari pada lebih dari
setengah kasus dewasa. Namun, pada anak-anak dan orang tua, kehilangan air dan
elektrolit dapat menyebabkan dehidrasi, asidosis, dan bahkan kematian. Hal ini
dikarenakan terdapat hubungan perkembangan metabolisme cairan dan elektrolit
sistem gastrointestinal yang memiliki variasi usia. Pada bayi mukosa usus
cenderung lebih permeabel terhadap air. Sehingga pada bayi dampak dari
peningkatan osmolalitas lumen karena proses diare menghasilkan kehilangan
cairan dan elektrolit yang lebih besar daripada anak yang lebih tua atau orang
dewasa dengan proses yang sama. 9
Disentri Amuba Carrier (Cyst Passer) tidak
menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan karena amuba yang
berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke dinding usus. Timbulnya
penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya mengeluh perut
kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang (tenesmus). Dapat
timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga
tinja bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah
sigmoid, jarang nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada
lokasi ulkusnya. Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam
ringan (subfebris). Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri
tekan. 5
Laboratorium
Dalam tinja pasien
dapat ditemukan bentuk trofozoit yang masih bergerak aktif seperti keong dengan
menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja berdarah, akan tampak
amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak jelas bila dibuat
sediaan dengan larutan eosin. Temuan adanya trofozoit sebagai diagnosis pasti
amubiasis, temuan adanya kista amuba beum cukup untuk mendiagnosis amuba. 2
Kista amubiasis berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di
dalamnya terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung
tumpul, sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat
digunakan larutan lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan
kromatoid tidak tampak. Bila jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan
menggunakan metode konsentrasi dengan larutan seng sulfat dan eterformalin.
Dengan larutan seng sulfat kista akan terapung di permukaan sedangkan dengan
larutan eterformalin kista akan mengendap. 2
Gbr. 6 Pemeriksaan mikroskopis kista
dan trofozoit amuba (perbesaran 1000x). E dan F Kista amuba dalam pengecatan
salin, G. Kista amuba dengan pengecatan Iodine. H. Trofozoit amuba yang menelan
eritrosit dengan pengecatan salin. I. Trofozoit dengan pengecatan trichrome 8
H. KOMPLIKASI
1. Hipokalemi. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian oralit atau
makanan kaya kalium seperti pisang, air kelapa dan sayuran berdaun hijau.
2. Demam tinggi. Jika anak demam tinggi (≥ 39 ° C atau ≥ 102,2 ° F)
yang akan menyebabkan kesulitan, berikan parasetamol.
3. Prolaps rektum. Sedikit tekan
kembali prolaps rektum menggunakan sarung tangan bedah atau kain basah. Atau,
siapkan cairan yang hangat dari magnesium sulfat dan kompres dengan larutan ini
untuk mengurangi prolaps dengan mengurangi edema tersebut.
4. Kejang. Jika berlangsung lama
atau berulang, maka berikan antikonvulsi dengan daizepam intravena atau
diazepam rektal.
5. Sindrom hemolitik-uremik. Bila
pemeriksaan laboratorium tidak dapat dilakukan, maka pikirkan kemungkinan
sindrom hemolitik-uremik (HUS) pada pasien dengan mudah memar, pucat, kesadaran
menurun atau tidak ada output urin.
I. PENATALAKSANAAN
a.
Penanggulangan
diare
Penderita diare sebaiknya segera
meminum oralit yang merupakan campuran dari gula dan garam untuk menjaga cairan tubuh.
Beberapa cara penggulangan diare
antara lain:
1.
Jaga hidrasi
dengan elektrolit yang seimbang. Ini merupakan cara paling sesuai di kebanyakan kasus
diare, bahkan disentri. Mengkonsumsi sejumlah besar air yang tidak diseimbangi dengan
elektrolit yang dapat dimakan dapat mengakibatkan ketidakseimbangan elektrolit
yang berbahaya dan dalam beberapa kasus yang langka dapat berakibat fatal
(keracunan air).
2.
Mencoba makan
lebih sering tapi dengan porsi yang lebih sedikit, frekuensi teratur, dan
jangan makan atau minum terlalu cepat.
3.
Cairan
intravenous: kadangkala, terutama
pada anak-anak, dehidrasi dapat mengancam jiwa dan cairan intravenous mungkin dibutuhkan.
5.
Menjaga kebersihan
dan isolasi: Kebersihan tubuh merupakan faktor utama dalam membatasi penyebaran
penyakit.
b.
Pencegahan
Sebuah vaksin
rotavirus memiliki potensi untuk mengurangi jumlah penderita diare].
Saat ini ada dua vaksin berlisensi untuk menghadapi rotavirus. Vaksin rotavirus
yang lainnya seperti, Shigella, ETEC, dan Cholera sedang dikembangkan, vaksin ini juga berfungsi untuk mencegah
penularan diare.
Karena tangan merupakan salah satu bagian tubuh yang paling sering melakukan kontak
langsung dengan benda lain, maka sebelum makan disarankan untuk mencuci tangan
dengan sabun. Sebuah hasil studi Cochrane menemukan bahwa dalam gerakan-gerakan sosial yang dilakukan lembaga dan masyarakat untuk membiasakan mencuci tangan
menyebabkan penurunan tingkat kejadian yang signifikan pada diare. Oleh karena
itu, biasakan mencuci tangan sebelum makan dengan sabun. Lakukan hal yang sama
setelah selesai buang air besar. Usahakan meminum air yang sudah direbus hingga
mendidih agar semua bakteri penyakit tidak masuk ke dalam tubuh. Segera
bersihkan tempat tinggal dari sisa sampah jika terjadi bencana alam. Segera
buang tumpukan sampah agar tidak menggunung dan jadi sarang penyakit.
c. Pengobatan
Pengobatan Terhadap Penyakit Diare Karena bahaya diare terletak pada
dehidrasi maka penanggulangannya dengan cara mencegahtimbulnya dehidrasi dan
rehidrasi intensif bila telah terjadi dehidrasi. Cairan rehidrasi oralyang dipakai
oleh masyarakat adalah air kelapa, air tajin, ASI, air teh encer, sup wortel,
airperasan buah, dan larutan gula garam (LGG). pemakaian cairan ini lebih
dititik beratkanpada pencegahan timbulnya dehidrasi, sedangkan bila terjadi
dehidrasi sedang atau beratsebaiknya diberi minum oralit.Oralit merupakan salah
satu cairan pilihan untuk mencegahdan mengatasi dehidrasi. Oralit sudah
dilengkapi dengan elektrolit, sehingga dapatmenggantikan elektrolityang ikut
hilang bersama cairan
d.
Pengobatan
Diare Tradisional
·
Akar Bunga Teratai
Obat Diare
Cara pengobatan:
Sediakan 50 gram rimpang teratai dan 10 gram jahe. Kemudian dicuci bersih lalu
diparut dan diambil airnya. Minum ramuan tersebut tiga kali sehari setiap pagi,
siang dan sore.
·
Bunga Teratai
untuk Obat Disentri
Cara pengobatan:
Ambil 50 gram rimpang teratai dan 10 gram jahe, kemudian diparut atau dijuice.
Tambahkan 100 cc air lalu direbus sampai mendidih. Setelah dingin tambahkan 1
sendok makan madu dan diminum sekaligus.
J.
PENATALAKSANAAN
Prinsip tatalaksana diare adalah :
a.
Mengatasi dehidrasi.\
Bila terjadi dehidrasi (terutama pada anak),
penderita harus segera dibawa ke petugas atau sarana kesehatan untuk
mendapatkan pengobatan yang cepat dan tepat, yaitu dengan oralit. Bila terjadi
dehidrasi berat, penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan
ringer laktat sebelum dilanjutkan terapi oral dengan memberikan minum lebih
banyak dengan cairan rumah tangga yang dianjurkan seperti air tajin , kuah
sayur, air sup.
b.
Pemberian nutrisi.
Berikan makanan selama diare
untuk memberikan gizi pada penderita terutama pada anak tetap kuat dan tumbuh
serta mencegah berkurangnya berat badan. Berikan cairan termasuk oralit dan
makanan sesuai yang dianjurkan. Anak yang masih mimun ASI harus lebih sering
diberi ASI. Anak yang minum susu formula diberikan lebih sering dari biasanya.
Anak Usia 6 bulan atau lebih termasuk bayi yang telah mendapat makanan padat
harus diberikan makanan yang mudah dicerna sedikit sedikit tetapi sering.
Setelah diare berhenti pemberian makanan ekstra diteruskan selama 2 minggu untuk
membantu pemulihan berat badan anak.
c.
Pemberian Zink.
Pemberian Zink selama 10 hari
untuk anak dibawah usia 6 bulan 10 mg dan di atas 6 bulan 20 mg sekali sehari
terbukti dapat memperbaiki kerusakan vili usus pada diare sehingga mempercepat
penyembuhan diare, mengurangi frekuensi diare dan mencegah terjadinya diare
berikutnya.
d.
Memberi edukasi pada orang tua.
Memberi peringatan pada oran tua
mengenai cara pemberian cairan pengganti diare, mengenali tanda tanda dehidrasi
berat dan untuk tetap meneruskan makan dan minum selama anak diare. Bila anak
masih mendapat ASI, tetap dilanjutkan
e.
Pemberian antibiotik.
Apabila ditemukan penderita diare infeksi, maka diberikan pengobatan
sesuai indikasi, dengan tetap mengutamakan rehidrasi. Tidak ada obat yang aman
dan efektif untuk menghentikan diare. Pemberian antibiotik di indikasikan pada
: Pasien dengan gejala dan tanda diare infeksi seperti feses lendir dan
berdarah, leukosit pada feses, kolera dan pasien imunokompromis. Pemberian
antibiotik secara empiris dapat dilakukan tetapi terapi antibiotik spesifik
diberikan berdasarkan kultur dan resistensi kuman.
Anak gizi buruk dengan disentri,
serta anak dibawah usia 2 bulan dengan disentri harus dimondokkan di rumah
sakit. Sebagai tambahan anak yang kelihatan sangat sakit atau toksik, letargis,
perut kembung dan tegang serta kejang beresiko tinggi untuk mengalami sepsis
sehingga harus dimondokkan di rumah sakit juga. Selain dari kelompok ini dapat
dilakukan rawat jalan pada anak di rumah dengan pemberian obat : 9
1. Antibiotik selama 5 hari.
Antibiotik pilihan adalah yang masih sensitif dengan Shigella di daerah
tersebut. Sebagai contoh adalah ciprofloxacin, pivmecillinam, atau
fluoroquinolones lain. Catatan : metronidazole, streptomisin, tetrasiklin,
kloramfenicol, sulfonamid, nitrofuran (cth : nitrofurantoin, furazolidone),
aminoglikosida (cth : gentamisin, kanamisin), cephalosporins generasi pertama
dan kedua (cth : cephaleksin, cefamandole), dan amoksisilin tidak efektif untuk
Shigella. Kotrimoxazole dan ampisilin sekarang sudah tidak efektif lagi oleh
karena telah terjadi resistensi di hampir seluruh dunia.
2. Evaluasi gejala klinis setelah
pemberian antibiotik selama dua hari, bila tidak ada perbaikan, hentikan
pemberian antibiotik pertama dan beri antibiotik lini kedua yang masih sensitif
untuk Shigella di daerah tersebut. Bila antibitik lini kedua masih tidak
memberi perbaikan klinis setelah dua hari maka pikirkan kemungkinan diagnosis
lain, rawat inap anak bila terdapat indikasi klinis atau tatalaksana sebagai disentri
amuba dan beri Metronidazole (50 mg/kgBB/hari, 3 kali perhari) selama 5 hari.
3. Lakukan kultur feses dan
sensitivitas antibiotik bila memungkinkan.
4. Anak usia dibawah dua bulan
dengan diare lendir darah, pikirkan kemungkinan intususepsi dan rujuk ke dokter
bedah bila perlu. Bila tidak, maka beri antibiotik Ceftriaxon IV/IM 100
mg/kg/hari, single dose selama 5 hari.
5. Anak gizi buruk dengan diare disentri, pertama ditatalaksana sebagai
disentri Shigella bila tidak membaik ditatalaksana sebagai disentri amuba.
Tetapi bila fasilitas kesehatan tersedia pemeriksaan mikroskopis tinja maka
lakukan pemeriksaan trofozoit pada tinja
REFERENSI
1.
^ a b c "Diarrhoea:Why children are still dying and what
can be done" (PDF). World Health Organization.
3.
^ The Treatment Of Diarrhea, A manual for physicians and
other senior health workers, World Health Organization,
2005. See esp. section "4.2 Treatment Plan A: home therapy to prevent
dehydration and malnutrition" on pages 8 - 11 (12-15 in PDF).
4.
^ Community Health Worker Training Materials for Cholera
Prevention and Control, CDC, slides at
back are dated 11/17/2010. Page 7 states " . . . Continue to breastfeed
your baby if the baby has watery diarrhea, even when traveling to get
treatment. Adults and older children should continue to eat frequently."
5.
^ Ejemot RI, Ehiri JE, Meremikwu MM, Critchley JA (2008). "Hand washing for preventing diarrhoea". In Ejemot, Regina I. Cochrane Database Syst Rev (1): CD004265. doi:10.1002/14651858.CD004265.pub2. PMID 18254044.
2.
1. DeWitt G.T, Acute Infectious
Bloody Diarrhea. Pediatr. Rev. 1992;13;97-119
3.
2. Jones ACC, Farthing MJG.
Management of infectious diarrhoea. Gut 2004; 53:296-305.
4.
3. Diniz-Santos R.D., Santana,
Epidemiological and Microbiological Aspects of Acute Bacterial Diarrhea in
Children from Salvador, Bahia, Brazil, The Brazilian Journal of Infectious
Diseases 2005;9(1):77-83
5.
4. Yost J. Amebiasis. Pediatr. Rev 2002;23;293
6.
5. DeWitt G.T, Acute Diarrhea in
Children. Pediatr. Rev
1989;11;6-12
7.
6. Haque R, Huston, C.D, et al,
Amebiasis, N Engl J Med 2003; 348;16
8.
7. Sudhakar P., Subramani P, REVIEW:
Mechanisms of Bacterial Pathogenesis and Targets for Vaccine Design, Journal of
Young Investigation, 2005;20;2;1
9.
8. Northrup S.R., Flanigan P.T.,
Gastroenteritis. Pediatr. Rev 1994;15;461-471
10.
9. Pocket book of hospital care for
children: guidelines for the management of common illnesses with limited
resources. WHO Guidelines, 2005
11.
10. DeWitt G.T., Humphrey FK.,
McCarthy P, Clinical Predictors of Acute Bacterial Diarrhea in Young Children, Pediatrics, 1985;76;551-556
12.
11. R.H. PC, David KV, John SM,
Sankarapandian V, Antibiotic for Shigella disentery (Review), Cochrane
Review 2009; CD006784. DOI: 10.1002
13.
12. Traa SB, Walker Fischer CL,
Munos M, Black ER, Antibiotics for the treatment of dysentery in children. International
Journal of Epidemiology 2010;39:i70–i74
No comments:
Post a Comment